waktu itu saya dapat tugas ujjian praktek b.indonesia dari guru saya untuk membuat cerpen dan inilah cerpen hasil karya saya.....
temanya romantis dan walaupun masih banyak kekurangannya tapi saya senang bisa menyelesaikannya......hehe.....
Novel Cinta Kashimoto
Awan mendung menghiasi langit hari ini, tak seperti
hari-hari kemarin yang cerah disinari oleh sang mentari. Langit sendu ini
sangat bertolak belakang dengan hati Riana yang berbunga-bunga, karena hari ini
adalah hari pertamanya berkerja sebagai petugas kasir ditoko buku Grestell. Sebenarnya uang kiriman dari orang tuanya
masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, namun Riana ingin menabung dan
mencari pengalaman kerja diluar kehidupan kuliahnya. Ya walaupun hanya sebagai petugas kasir paruh
waktu, ia sangat bersyukur bisa diterima kerja. Sebelumnya Riana pernah melamar
kerja paruh waktu diberbagai tempat, mulai di restoran cepat saji sampai butik
sepatu, tetapi selalu saja ditolak. Pada akhirnya ia melamar kerja di Grestell,
walau awalnya Riana pesimis bisa diterima, tapi kenyataannya Mas Wandi, sebagai
kepala perkerja mau menerimanya.
Riana mendapat bagian kerja jam malam, mulai jam enam sore
sampai sepuluh malam ia harus berdiri dibalik meja kasir. Riana tentu tidak mau
terlambat dihari pertamanya, sudah dari jam lima sore ia mondar-mandir didalam
ruangan istirahat pegawai. Ruangannya tidak terlalu besar, hanya terdapat
beberapa lemari loker, sebuah sofa merah yang sudah usang dan satu set meja
makan kecil dipojok ruangan. Riana mencoba membiasakan diri, lalu ia mendengar
suara Mas Wandi sedang berbicara dengan seorang wanita dari luar ruangan.
“Ren, sekarang ada kasir baru, kamu harus baik-baik loh sama
dia.”
“Oh, dia yang gantinya Restu. Iya deh aku tidak akan judes
sama dia.”
“Bener nih kamu bisa? Biasanya kamu....”
“iya...iya...tenang saja aku akan baik-baik sama dia mas.”
Jawab wanita itu dengan cepat.
Suara mereka semakin mendekat, dan Mas Wandi pun membuka
pintu.
“Eh kamu sudah datang Rin. Oh ini Irene dia juga kasir,
nanti kalian akan kerja bareng.”
“Oh iya mas.” Jawab Riana “Hai, Riana.” Sambil menjulurkan
tanagnnya untuk bersalaman.
“Irene, oh jadi kamu kasirnya.” Ucap Irene dengan senyumnya
yang sedikit sinis.
Seketika Riana tahu bahwa hari pertamanya tak semudah yang
ia kira.
Sudah dua jam Riana berdiri
dimeja kasir, pengunjung Grestell tidak terlalu banyak malam ini jadi Riana
tidak terlalu kewalahan, walaupun sesekali Irene menyindir kerja Riana masih
lambat dalam menghitung uang kembalian. “Seharusnya Irene masih maklum aku kan
masih pegawai baru.” Desah Riana dalam hati, ia lebih senang diam daripada
harus berurusan dengan pegawai yang lebih senior darinya.
Tepat didepan meja kasir
terdapat rak yang berisi tumpukan buku-buku baru yang best seller, buku-buku
itu disusun dengan rapi. Ada seorang
pemuda yang menghampiri tumpukan buku tersebut, melihat-lihat lalu mengambil
salah satunya. Riana mengamati pemuda tersebut baik-baik, entah mengapa pemuda
itu menjadi begitu menarik perhatiannya. Dia memiliki wajah oriental dan
anehnya sedikit imut, bahkan untuk ukuran seorang pria dewasa wajahnya terlalu
imut, ditambah warna kulitnya yang putih sangat kontras dengan warna kulit
Riana yang sawo matang, dia terlihat asing. Sepertinya dia bukan orang
Indonesia.
Riana pun mencoba menebak-nebak,
“mungkin dia dari Jepang atau Korea.” Pikir Riana. “Hhm...umurnya pasti sekitar
dua puluh atau dua puluh satu tahun.” Tambahnya dalam hati sambil terus
mengamati pemuda tersebut. Tiba-tiba Mas Wandi datang sambil membawa beberapa
buah buku, menghampiri pemuda tersebut sambil mengajak berjabat tangan, pemuda
itu pun menerimanya dengan ramah dan mereka pun bercakap-cakap layaknya dua
orang yang sudah lama kenal. Riana tidak bisa mendengar pembicaraan mereka
dengan jelas, rasa penasaran pun muncul, sehingga Riana pun memusatkan
konsentrasinya untuk bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Tiba-tiba
“hey !” bentak Irene dengan nada sedikit tinggi. “kamu itu lagi liat apa sih?”
Dengan kaget Riana langsung mempalingkan wajahnya ke Irene,
ia melihat wajah Irene yang kesal, lalu Riana segera menundukkan kepalanya,
berharap Irene tidak terus memandanginya dengan wajah seram yang ia pasang.
Setelah beberapa detik dia teringat lagi dengan pemuda tadi dan Mas Wandi,
sedikit-sedikit Riana mulai mengangkat kepalanya, ia menoleh kekanan-kiri
ternyata Mas Wandi dan pemuda itu sudah tidak ada ditempat, matanya mulai
melirik ke beberapa sudut, tapi ia tidak menemukannya juga.
“Yah’....” bisik Riana kepada dirinya sendiri.
“Maaf mbak?” suara pelanggan yang ingin membayar
mengejutkannya.
“Oh iya, silahkan mas.”
Betapa kagetnya Riana ketika melihat pelanggan yang berdiri
dihadapannya adalah pemuda yang ia sedang cari-cari, sehingga Riana bukannya
melayani malahan terdiam memadang si pemuda itu. Raut mukanya pun menjadi
berubah.
“mbak?” ucap si pemuda sambil melambai-lambaikan tangannya
didepan muka Riana.
“maaf, iya silahkan” sambil menggambil buku dari si pemuda.
Pemuda itu membalas dengan senyuman manis. Wajahnya menjadi
lebih imut lagi.
Dia membeli dua buah buku, sebuah novel remaja bernuansa
romantis dan yang satunya komik Jepang bertemakan detektif.
“Jadi berapa?” si pemuda itu mengeluarkan dompetnya.
“Semuanya jadi 65.000 rupiah.”
“Ini.” Sambil menyerahkan uangnya.
“Terima kasih” jawab Riana yang disambung senyuman ramah.
Mata Riana terus mengikuti si pemuda yang berjalan ke pintu
keluar.
“Huh, buat kaget saja.” Ucap Riana dalam hati.
“tadi
dia bisa bahasa Indonesia, bahkan logatnya pun bagus. Sebenarnya dia siapa
sih?” lanjutnya. “dan wajahnya itu..... ternyata lebih manis jika dilihat dari
dekat hehe.” Riana pun tersenyum sendiri. Padahal dia dari dulu ia lebih menyukai
pria yang gagah, dengan wajah tegas dan warna kulitnya sedikit gelap. Jika digambarkan
tipe pria yang Riana sukai itu seperti siswa dari Akademi Militer. Makanya
Riana tak mengerti mengapa ia bisa merasa tertarik dengan si pemuda oriental
itu, jelas-jelas ia jauh berbeda dari tipe pria idamannya.
Setelah
toko buku tutup, Riana sengaja menemui Mas Wandi di ruang istirahat.
“Mas
Wandi” ucap Riana sambil tersenyum
“Eh
Rin, gimana hari pertamanya? Ada masalah?”
“tidak
kok, semuanya baiki-baik saja. Hhm... mas tadi Riana lihat mas Wandi sempat
mengobrol dengan laki-laki...”
“Laki-laki
yang mana ?” potong Mas Wandi, sambil memakai jaket kulitnya.
“itu
loh mas, yang mirip orang Jepang atau Korea gitu, kelihatannya mas kenal sama
orang itu.”
“Oh...mungkin
maksud kamu itu Kashimoto?” jawabnya.
Dia
itu penulis keturunan Jepang, sudah beberapa kali dia meluncurkan bukunya
disini. Makanya mas kenal.” Lanjut mas Wandi.
“Oh....begitu” tanggap Riana
“Memangnya
kenapa? Kamu suka sama dia?” ujar mas
Wandi sambil tertawa kecil.
“Apa
sih mas, Riana cuma nanya kok” jawab Riana salah tingkah.
“Ya
sudah kamu pulang sendiri? Tidak takut ?”
“tempat
kost Riana dekat dari sini kok mas.”
Tak terasa sudah hampir sebulan
Riana berkerja sebagai kasir, dia mulai terbiasa untuk mengatur waktunya antara
kuliah dan kerja. Hari ini cuaca sangat tidak bersahabat, sudah dari siang hari
hujan deras terus mengguyur bumi. Riana sampai ke tempat kerjanya dengan basah
kuyup, payung yang ia pakai tidak bisa melindungi seluruh tubuhnya dari air
hujan.
“Riana,
hari ini kamu menggantikan Santi ya!” perintah mas Wandi.
“Loh
kenapa Mas?”
“Dia
sakit, padahal hari ini banyak stok buku baru dari penerbit yang belum
dibereskan, maklum tahun ajaran baru.”
“hhm..
iya mas.”
“Jadi
tugas kamu hari ini hanya menyusun buku-buku itu dari gudang ke rak ya,
huh’...dari pagi tidak selesai-selesai.”
Riana
mulai melakukan tugasnya dengan hati-hati, ternyata ini lebih melelahkan
daripada menjadi petugas kasir, ia harus bolak-balik dari gudang dengan membawa
tumpukan buku dan demukian menyusun
buku-buku tersebut sesuai dengan temanya dengan rapi, memeriksa label harganya
dan lapisan plastik pembungkusnya apakah rusak atau tidak. Sesekali Kak Ridwan
yang sama-sama pewagai paruh waktu membantunya membawa buku dari gudang.
Ketika sedang sibuknya
merapihkan buku-buku yang bertemakan sejarah, Riana tak sengaja melihat pemuda
Jepang yang ia lihat dihari pertama ia kerja.
“Wah,
dia lagi...aduh namanya siapa ya?” dalam hati Riana.
“kas...kas...
oh Kashimoto...ya Kashimoto !” akhirnya Riana bisa mengingat nama pemuda itu
sambil tersenyum sendiri.
“tapi
dia dengan siapa?” pikir Riana ketika melihat Kashimoto ternyata tidak datang
sendirian, dia bersama seorang wanita.
“apakah
dia pacarnya?” raut muka Riana pun berubah muram.
Kashimoto
berjalan berdampingan dengan wanita itu sambil mengobrol, dan sesekali ia
menunjukan senyum manisnya. Wanita yang datang bersamanya terlihat lebih tua
beberapa tahun, walaupun dia memiliki wajah cantik dengan pipi tirusnya.
Tak beberapa lama si wanita
memisahkan diri meninggalkan kashimoto, dia menuju rak yang dipenuhi
novel-novel percintaan. Kashimoto kemudian melihat-lihat buku yang ada
disekitarnya, dan tak sengaja matanya melihat Riana yang juga sedang menatapnya. Riana menjadi malu
lalu mengalihkan pandangannya, berpura-pura kembali sibuk dengan kerjaannya
dengan gugup. Kashimoto pun berjalan menghampirinya.
“maaf,
apa seri terbaru komik Detektif Conan sudah terbit?” tanyanya pada Riana.
“oh,
saya tidak tahu pasti, tapi saya akan mencarikannya sebentar.” Jawab Riana
dengan gugup kemudian dia pergi ke komputer operator yang berguna untuk mencari
buku apa saja yang sedang dijual. Kashimoto mengikutinya dari belakang.
“Hhm..
sepertinya belum terbit.” Jawab Riana sambil memendang ke layar komputer.
“Oh...”
tanggap Kashimoto dengan datar.
“Eh,
bukannya kamu itu petugas Kasir ya, Riana?” tanya Kashimoto.
“Hah
mengapa ia bisa tahu namaku?” Pikir Riana.
“kenapa bisa tahu...”
“itu
“ Sela Kashimoto sambil menunjukan jarinya ke tanda pengenal Riana.
“Oh
iya ya...” mereka berdua pun tersenyum.
“Kiba
!” wanita yang datang bersama Kashimoto memanggil.
“sudah
dapat? Ayo ..!” jawab Kashimoto.
Kashimoto
pun berjalan menuju wanita itu. “Kiba? Apakah itu nama panggilan sayangnya?”
tanya Riana dalam hati.
Hari ini hari Minggu, Riana
memutuskan untuk lari pagi sebentar, sudah lama ia tidak olahraga. Biasanya ia
olahraga di lapangan dekat alun-alun kota, ya karena selain olahraga dia disana
bisa sekalian berbelanja barang-barang murah, maklum setiap hari minggu
alun-alun kota dipenuhi pedagang kaki lima.
Riana sudah merasa kelelahan
padahal ia baru berlari beberapa menit, rasa sesak menusuk ke dadanya, ia pun
memperlambat larinya. Didepannya ada seorang laki-laki yang juga sedang
berlari, ia berlari cukup cepat tetapi kemudian lelaki itu berhenti dan
memasangkan tali sepatunya yang terlepas. Riana pun menyusulnya, “hai ” Riana
medengar suara yang tak asing baginya, suara Kashimoto.
Mereka
pun menjadi lari bersamaan. Ini kesempatan bagus untuk Riana mengenal
Kashimoto, apalagi mereka tidak berlari dengan cepat, akan ada banyak waktu
yang akan dihabiskan bersama pagi ini.
“Sudah
lama kamu tinggal di Indonesia?”
“sudah
aku lahir disini, tapi kemarin aku
kuliah di Jepang empat tahun, dan setelah lulus baru pulang kesini tiga tahun
yang lalu.” Jawab Kashimoto.
“hah,
dia sudah lulus kuliah, jadi berapa usianya sekarang?” pikir Riana dalam hati.
“aku
kira kamu orang jepang asli loh hehe...oh iya jadi sekarang berapa umurmu? “
“umurku?
Sekarang 26. Memangnya kenapa?”
“Astaga
dia terlihat lebih muda dari umurnya.” Pikir Riana dalam hati.
“tidak
apa-apa sih. Tapi maaf ya awalnya aku tidak tahu kamu itu penulis loh.”
“hah,
benar kamu tidak tahu kalau aku ini penulis. Sepertinya aku kurang terkenal ya.”
“iya,
aku belum pernah membaca bukumu satupun, maaf.”
“yah
kamu ini, novelku semuanya bercerita horor
dan pembunuhan, kamu kan kerja ditoko buku masa tidak tahu.”
“aku
kan baru kerja ditoko buku, lagian untuk novel aku lebih suka novel romantis,
aku suka juga sih cerita horor tapinya
dalam bentuk film.”
“Oh,
kalau begitu kamu harus baca novel terbaruku. Orang dari penerbitan memintaku
mencoba menulis novel percintaan, bukan cerita yang berbau seram lagi. Padahal
aku sama sekali tidak terbiasa menulis hal-hal romantis seperti itu, aneh
rasanya.”
“hehe..,
kamu pasti bisa kok. Kalau bukumu sudah jadi aku akan baca deh.”
“iya
aku akan segera menyelesaikannya. Huh, gara-gara ini aku harus baca novel-novel
percintaan padahal aku lebih suka baca komik.” Keluh Kashimoto.
“jadi
itu alasannya kamu membeli novel romantis. Soalnya jarang ada laki-laki yang
mau baca novel seperti itu.”
“iya,
aku pun tidak pandai memilih novel romantis, jadi aku harus meminta editorku
untuk memilih novel romantis.”
“benarkah
?” tanya Riana.
“iya, wanita yang bersama ku di Grestell
kemarin adalh editorku. Mungkin nanti aku bisa memintamu saja yang memilihkan
novel untukku.” Jawab Kashimoto.
“oh
dia editormu. Eh aku jadi ingat kenapa dia memanggilmu Kiba? Apakah kalian
berdua punya nama panggilan khusus?
“hehe...kamu
itu lucu ya! jawab Kashimoto sambil
tertawa kecil
“Nama
lengkapku itu Kashimoto Kiba, Kashimoto itu nama keluargaku, tapi teman-temanku
lebih sering memanggilku dengan Kiba. Kamu juga boleh panggil aku Kiba.”
Lanjutnya.
“Oke.
Oh iya apa boleh aku tahu apa cerita novelmu itu? Sedikit saja kok!” bujuk
Riana
“hhm...
maaf tidak boleh kuceritakan dulu, tapi bukuku ini akan terdiri dari beberapa
cerpen dan aku ingin mempersembahkannya untuk orang-orang yang aku sayangi, ya
kan kapan lagi aku menulis cerita cinta seperti itu.”
“ah..
itu romantis sekali, orang yang kamu sayangi itu apakah termasuk editormu?
Tanya Riana dengan nada menyindir.
“haha...mbak
Jihan itu hanya editorku, kita hanya teman kerja.”
“huh,
apa kamu tidak capek? Kita istirahat dulu ya” ujar Riana sambil berhenti dari
lari kecilnya.
“iya,
kamu sudah sarapan? Kita sarapan dulu saja. Aku yang traktir.” Jawab kashimoto.
Setelah pagi itu, Riana dan Kiba
menjadi lebih akrab dan saling mengenal. Hampir disetiap minggu mereka lari
pagi bersama dan kini giliran Kashimoto
yang menanyai tentang kehidupan Riana.
“eh,
Rin menurutmu apa hal yang paling romantis yang dilakukan pria untuk wanita
yang ia cintai? Hanya untuk inspirasi bukuku saja.”
“hhm...menurutku
sih, misalnya dia seorang musisi, ia membuat lagu khusus untuk orang yang dia
cintai. Atau mungkin penulis sepertimu, memakai nama orang yang ia cintai unuk
tokoh dalam ceritanya.” Jawab Riana dengan asal, sebab dia sendiri belum pernah
mengalami hal-hal romantis seperti itu.
“oh”
Kashimoto hanya menanggapi dengan singkat
Kashimoto duduk dimeja kerja,
matanya terus menatap layar komputer dan jari-jari mengetik kata-kata dengan
cepat. Kemudian dia terseyum memperlihatkan wajah manisnya.
“akhirnya
selesai.” Dalam benak Kashimoto.
Dengan
lega ia menyandarkan badannya dikursi setelah ia menuliskan kalimat terakhir
untuk novelnya.
Hari ini adalah peluncuran
perdana novel karya Kashimoto, novel pertamanya yang bertemakan kisah
percintaan. Dan Kashimoto ingin melakukannya di Grestell. Grestell sangat penuh
hari itu, begitu pegawainya sangat sibuk dari hari biasanya.
“terimakasih
kalian semua telah datang ke acara peluncuran novelku ini, kali ini berbeda
dari novelku yang biasanya, novel ini berisikan lima cerpen dan semuanya tentang
kisah cinta. Semoga kalian menyukainya. Terimakasih.” Ucap Kashimoto kepada
seluruh pelanggan yang datang hari itu, kemudian pelanggan yang sudah membeli
novelnya mengantri untuk meminta tanda tangan Kashimoto. Novelnya berjudul “The Moon Life” dengan sampul
bernuansa hitan dan ungu berhiaskan gambar bulan purnama ditengahnya.
Akhirnya Grestell tutup juga
setelah hari yang melelahkan, Irene langsung menghilang ketika kerjanya habis.
Riana masih membereskan barang-barangnya diruang istirahat.
“Hai
Rin !” Kashimoto mengejutkannya daribelakang.
“eh,
kamu belum pulang?”
“Cuma
mau beri kamu ini.” Ujar Kashimoto sambil memberikan novel barunya.
“kamu
janjikan mau baca novel aku, eh baca
cerita yang terakhir dulu ya.” Sambungnya
“Makasih
ya”
“oh
iya, sudah aku tanda tangani. Dah...duluan ya” sambil keluar dari ruangan.
Riana
pun membaca novelnya, ia mengikuti saran Kashimoto membaca cerita terakhir
dulu.
Judulnya
“Kafein”
“Aku mulai
keracunan, entahkeracunan kafein atau keracunan......dia.
Sudah beberapa minggu ini aku minum kopi di CoffeCafe,
bukan karena aku penggila kopi tapi karena dia, ya dia seorang pramusaji, hanya
pramusaji biasa. Tapi ia begitu menarik perhatianku. Dan hal tergila yang
pernah kulakukan adalah memesan kopi berkali-kali hanya untuk bisa melihat
tanda pengenalnya, saat itu aku berpura-pura kebingumgan memesan apa, padahal
aku sedang mencoba melirik ke tanda pengenalnya. Akhirnya berhasil aku
mengetahui namanya, akhirnya adahal lain yang aku ketahui tentang dia. Namanya
adalah..........”
Riana
pun tersenyum. Dia tersenyum sendiri membaca namanya.